Sebutlah namaku Halim, aku sudah kuliah tingkat 3 disuatu Universitas di
J-town, tubuhku cukup tinggi dan berisi walaupun tidak begitu tampan,
menurut teman-teman dekatku: aku seorang yang mudah bergaul dan menarik
perhatian khususnya cewek-cewek. Aku senang memberikan waktu luang untuk
menerima curhat mereka dan memberikan perhatian lebih kepada
cewek-cewek
Sudah jadi sarapan buat saya untuk selalu online dan browsing dari pagi
hingga malam. Bisanya saat sedang asik-asiknya men-download sharewares,
otak bokepku langsung hidup. Akhirnya kubuka lagi window yang baru diisi
dengan URL hot-hot. Kucari dengan jeli setiap gallery yang berisikan
model-model cewek sexy khususnya Japan. Selain itu, shareware program-ku
juga tidak luput dari bahan pencarian video-video bokep.
Itulah sepintas mengenai diriku. Akhirnya, akan kuceritakan pengalaman pertamaku berhubungan intim.
Saat itu aku masih kuliah tingkat 1, kira-kira usiaku masih 19 tahun.
Pagi sekali aku terbangun dari pulau kapuk kesayanganku. Ahh… hari sabtu
ini aku tak ada kuliah… malas sekali rasanya keluar kamar, jam baru
menunjukkan pukul 04.30 pagi. Kulanjutkan saja mimpiku.
“Lim… Bangun…” terdengar bisikan lembut ditelinga dari seorang gadis. “.
“Gadis… Gadis!!?” dalam hatiku tiba-tiba terkaget dan kedua mataku
sontak melotot terbangun. Dalam posisi terduduk dan tampang berantakan
aku terbangun. Sinar matahari dari balik jendela terhalang sosok manis
berambut panjang,
“Uuuh… Sori, siapa ya?” aku bertanya siapa gerangan sosok itu.
“Hei, bangun! Udah jam 10.00 lho…” sosok tersebut menjawab. Setelah
kugosok mataku, barulah terlihat jelas siapa makhluk cantik ini.
Dialah Meydia, saudara sepupuku. Dia masih kelas 2 SMA, 17 tahun usianya, rambut hitamnya tergerai panjang dan berkilau halus.
“Oh my God! Pagi-pagi udah dapet yang seger…” kataku cuek.
“Ih… dasar… ayo cepetan bangun, udah gak tahan nih!” katanya mengagetkan diriku karena kata-kata terakhirnya.
“Buset! Mau ngapain nih?” tanyaku ‘mupeng’.
“Yeee… bukannya mau apa, tapi mau kemana! Anterin Dya ke Giant yuk, ntar
sekalian kita ke Starbucks, Dya yang traktir koq”. Ya ampun, ternyata
itu toh, dasar otak bokep lupa dimatiin sejak semalem browsing.
Cepat-cepat aku bersihkan diri lalu berpakaian jeans biru + kaos casual
hitam. Kemudian berangkat berdua.
Saat berdua seperti ini tak ada yang tahu bahwa kita adalah saudara.
Ditambah lagi dengan kebiasaannya merangkul tanganku, bahkan
bergenggaman tangan denganku layaknya orang pacaran. Untuk diriku yang
jomblo sih, oke saja. Sabodo setan belang ah! Apalagi kulitnya yang
putih itu terasa sangat mulus, waduuuh… semriwing rasanya, sampai si Mr.
Driller pengen ikutan action, walau kucegah. Memalukan kalau terlihat
orang lewat bahwa jeans-ku bertanduk didepan.
Singkat cerita, kami akhirnya pulang. Kunyalakan mobilku. Lalu berdua
pulang kerumahku. Jarak antara tempat tadi dengan rumahku memang cukup
jauh, sekitar 20km, dan harus melewati tol. Saat sedang asyiknya santai
menyetir, tiba-tiba tangan kiriku digenggam oleh Dya dengan erat
(mobilku matik, jadi tangan kiriku sering nganggur), dan Dya tersenyum
manis kepadaku. Diriku ‘salting’ dan wajahku memerah,
“manis banget…” batinku. Lalu Dya menyandarkan kepalanya ke bahu kiriku dengan tangan tetap mengenggam.
“Oh my God! Udah jatuh, ketiban tangga, dapet durian tetangga, dapet
pula anak perempuannya!!!”. Momen ini terus berlanjut hingga sampai
dirumahku, karena ditengah perjalanan Dya tertidur pulas.
Kugendong Dya menuju kamar kakak perempuanku.
“Weleh… weleh… mulus banget tuh body…” batinku, bagaimana tidak: Dya
hari ini mengenakan kaos lengan pendek yang agak ketat dengan daerah
dada yang agak terbuka (seperti V-neck) dan mini skirt pink.
Sepertinya otak bokepku sudah konslet. Memang hari ini tak ada siapapun
dirumah, ortu dan kakak pergi ke luar kota, hanya ada seorang pembantu
disini. Sebelum stimulan otak ini menguap, cepat-cepat kuberikan list
barang keperluan kuliahku dan sejumlah uang kepada pembantuku itu,
kusuruh dia agar membeli ditoko C yang terletak lumayan jauh (2 jam
perjalanan pp). Setelah yakin rumah telah benar-benar kosong dan tidak
lupa mengunci gerbang depan, aku langsung berlari menuju surga dunia
yang sedang terlelap tadi.
“Oh… mulus banget…” batinku saat melihat kembali diri Dya terlentang
tertidur pulas. Sangat hati-hati kusingkap mini skirt pink-nya. Cd-nya
warna biru muda bermotif manis. ‘Tueeeng…’ penisku sudah mengamuk minta
dipekerjakan secepatnya.
Pelan tapi pasti, kuturunkan mini skirt dan kulepaskan kaosnya. Saat ini
tubuh Dya hanya berlapis bra dan cd berwarna biru muda manis. Sangat
menggairahkan. Darahku berdesir hebat, hingga mataku tak dapat memejam.
Belum berakhir, kulepas kaitan bra-nya, “slep…”. Wuidiiiih….!!!
Mantaaaafff!!! Mulus, iya. Kenceng, iya. Ranum, iya. Putih, iya. Dan
ukuran payudaranya sangat pas untuk usianya. Kusentuh dengan tangan
gemetaran, maklumlah… pengalaman pertama…
“Oh… beginikah rasanya payudara seorang gadis? Oh Tuhan, aku sangat
bersyukur karena telah diberikan bidadari versi dunia seperti Dya…”
hatiku terharu.
Kuperlakukan kedua gunung susu itu seperti yang pernah kutonton dari
video-video bokep hasil download, tapi benar-benar kupilih cara yang
halus, benar-benar kunikmati.
Kira-kira cukup puas dengan payudaranya. Kini saatnya membuka ‘main
course’. Sebelum kubuka cd-nya, kuhirup perlahan belahan pada gundukan
kecilnya.
“Hmmm… harumnya…” Dya memang cewek yang bersih dan teliti dalam merawat dirinya.
Sambil kuhirup, kuturunkan cd-nya secara perlahan namun pasti. “plas…” lepas sudah penutupnya.
Kali ini mataku benar-benar melotot tajam dan badanku gemetaran saking
kagumnya. Terpampang amat jelas, sebuah gundukan kecil, halus, putih,
mulus, dengan sedikit bulu kemaluan. Pelan-pelan kudekatkan wajahku,
ingin rasanya mencicip daerah itu.
Tiba-tiba terdengar suara, “hei…”. Betapa kagetnya diriku melihat Dya terbangun, aku langsung mundur.
“Kenapa, lim? Udah gak tahan ya?” katanya membuatku terdiam sejenak.
“Sori, aku beneran gak tahan, abisnya kamu keliatan begitu… ya gitu deh…” kataku tak ada ide untuk menjawab.
“Ya sudahlah, tidak apa-apa. Lagipula aku juga emang suka sama kamu
koq.” Katanya tersenyum manis sambil menarikku kembali, diriku masih
tidak dapat mempercayai anugerah ini.
“Sini sayang, kamu juga harus sama kayak aku, masak cuma aku yang telanjang…” katanya santai. Kubantu dirinya membuka pakaianku.
Perlahan-lahan pakaianku terbuka semua tinggal cd saja, sudah teracung amat tegak dan gagah disana.
“Sudah lama aku suka sama kamu, lagipula perkimpoian antara sepupu tidak
dilarang toh, Lim?” katanya sambil menarik perlahan cd-ku.
“slep… toeeeng…” penisku terpental mengenai pipi Dya.
“Wah… Gede banget, Lim.” Dirinya terpukau melihat tombak sakti milikku,
cukup besarlah ukurannya sebagai cowok indo: panjang 19cm, dan diameter
5cm.
Tanpa izin sebelumnya, penisku langsung dikulumnya, Dya sangat mahir
mengerjai Mr. Driller-ku. Kupikir Dya sudah pernah melakukan hubungan
intim sebelumnya, maka kutanyakan dirinya,
“Dya, kamu pernah ML sebelumnya, koq auuhh… God! bisa pinter begini?” kataku dengan penis masih terkulum.
“Gak juga… Cuma sering liat di video punya kamu, dan biasanya aku
praktekin kuluman ini pake ketimun, latihan, latihan, dan latihan… hehe…
mmm…” jawabnya cuek yang langsung dilanjutkan dengan kuluman lagi.
“Arrgh… Gila, enaknya… Terus, say…” ceracauku karena emang keenakan.
Tiba-tiba rasa itu hilang sejenak karena Dya melepaskan kulumannya
“Lim, ingat. Aku cuma kasih diriku buat kamu seorang, gak ada lagi…”
katanya sambil terlentang pasrah, bahasa tubuhnya memanggilku untuk
segera melayaninya.
Segera kuatur posisiku sambil duduk dengan lutut dikasur dan menarik
kedua kakinya mengelilingi pinggulku. Kuberikan sedikit air ludah
kekepala penisku agar lebih licin. Perlahan namun pasti, kemasukkan
penisku ke lubang vaginanya.
“Ssst… Slap…” tidak berhasil, penisku terpeleset. Kucoba kembali, kali
ini dengan posisi tubuh yang lebih tegas, agar penisku lebih lurus
menghadap vaginanya.
“Sssrrt…” Sedikit sekali bagian kepala penisku yang berhasil masuk.
“Aauuuhh… Sakit, yang… Sakitttt…” Rintihan Dya terdengar amat nyaring.
Kubiarkan posisi ini agar vaginanya dapat terbiasa dengan penisku.
Setelah terasa vaginanya agak rileks, kudorong kembali peluruku,
“Sllep… Ssst…” kali ini kepala penisku sudah masuk, berarti baru sepertiga penisku yang masuk.
“Sayanggg… Sakittt… Uh… Uh…” rintihnya sambil menangis.
“Iya, sebentar ya, sayang. Aku jamin, sebentar lagi kamu akan ngerasain
yang sama denganku, aku sayang kamu.” Kataku menenangkannya. Kudorong
kembali penisku lebih dalam. Semakin kedalam, semakin sempit dan
menyedot vaginanya, tapi semakin nikmat.
“Oooh… Sssh…” erangku kenikmatan. Saat sedang nikmatnya memasukkan
penis, tiba-tiba terasa kepala penisku seperti menembus suatu lapisan
halus.
“Aaah… Sakit, sayang… Auuh…” ternyata selaput daranya sudah tertembus
olehku. Dya, tidak bohong, ia memang masih perawan. Terima kasih, Dya.
“Shhaaah… Hmmm…” habis sudah batangku ditelan lubang surganya. Rasanya
seperti disedot kuat, dan dijepit, tapi amat nikmat dan hangat.
“Yang… sakitnya udah agak kurang, kamu udah masuk semua ya? Gede banget, penuh rasanya…” tanyanya sambil berlinang air mata.
“Ya, sudah… Terima kasih, sayang…” kataku sambil mengecup bibir tipisnya.
Kulanjutkan dengan memaju-mundurkan pantatku. Penisku dengan mantapnya dan tegaknya keluar-masuk vagina Dya.
“Hmmm… Oooh… Nyaaah… Ooooh…” erangnya ikut merasakan hal yang sama denganku.
“Say, aku sebentar lagi mau cepetin nih… Aeehhh… Kamu siap kan, yang? Aaah…” kataku sambil terengah-engah menaklukannya.
“Hhhh... Ih…Yah… Hoohh….” Jawabnya sambil menggelengkan kepalanya menahan rasa nikmat yang teramat sangat.
Maka, semakin lama, semakin cepat tusukanku.
“Plak… Plokk… Plakk…” suara yang dihasilkan oleh bertemunya kedua
pinggul kami yang berkeringat ditambah dengan caraku memasukkan habis
semua penisku kedalam vaginanya, terdengar amat nyaring.
Wajahnya mulai memerah dan semakin memejamkan matanya.
“Aaaah…!!! Yang, aku mau keluaaaaar!!!” teriaknya karena orgasmenya sudah mendekat.
“Arrhh… Iyaahh… Aku juggaah… Sayaaangh… Barengan yahhh…” jawabku terengah karena mengejar orgasmeku.
“Aku keluar, sayanghhh…” eranganku kini terdengar amat nyaring, melepaskan orgasme pertamaku.
“Aku juga, sayangkuhh…” rintihnya bersamaan denganku.
“Crat… Crttt…” kutumpahkan semua spermaku didalamnya. Kudiamkan posisi
misionaris ini dengan penis masih menancap hingga kami tertidur pulas
bersama.
Sekitar seminggu 2 kali kami pasti melakukannya, dan pasti
sembunyi-sembunyi hingga sekarang. Kami sudah berkomitmen agar terus
setia, dan aku janji untuk tanggung jawab